Ingin Kulit Putih, Malah Hancur karena Lotion Pemutih Abal-Abal Isi Steroid !!!


Memilki kulit putih masih menjadi obsesi banyak wanita. Namun sayangnya banyak yang memilih cara instan dengan mengoleskan lotion pemutih abal-abal.

Baru-baru ini, akun Twitter @Menikungmu mengunggah postingan tentang korban lotion pemutih abal-abal berisi steroid.

"SHARING IS CARING! Tolong banget buat kalian yang pengen putih tetap ada dijalan yang benar yaa. Putih boleh tapi pastiin itu gak membahayakan diri sendiri," tulis akun tersebut.

Akun tersebut kemudian membagikan screenshot unggahan IG Story dari dr. Listya Paramita, Sp. KK atau lebih dikenal dengan dr. Mita.

Ia merupakan seorang dermatolog yang aktif berbagi pengetahuan soal kesehatan kulit di Instagram. Tidak sekali dua kali ia mendapati pasien yang menjadi korban lotion pemutih abal-abal berisi steroid dan tidak memiliki izin BPOM.

Dalam unggahan IG Story, dr. Mita menceritakan bahwa ia kedatangan pasien yang mengeluhkan kemunculan gurat merah setelah pakai lotion pemutih yang ia beli online. Gurat merah itu muncul di lengan, paha dan kaki.

"Kulit saya hancur dok.. rusak..," keluh pasien itu.

Atas persetujuan pasiennya, dr. Mita mengunggah foto-foto yang menunjukkan kerusakan kulitnya.


"Foto-foto berikut sudah mendapatkan persetujuan dari beliau untuk ditampilkan di sini… untuk pembelajaran bagi teman-teman semua supaya lebih berhati-hati memilih produk yang digunakan,"

"Gak ada bahan aktif lain yang bisa bikin kayak gini, satu-satunya ya hanya PENYALAHGUNAAN STEROID. Lotion diisi steroid di dalamnya.. pertanyaannya, siapa kah orang yang sok ide banget bikin lotion dicampuri steroid??? PENJAHAT!!"

Ia menuliskan bahwa lotion pemutih yang dipakai pasti tidak memiliki izin BPOM.

"Merk-nya apa? Jangan patokan merk, kalo merk mah bisa ratusan jenis krn bisa dilabeli sendiri sesuka hati penjualnya.. intinya pasti tidak ada izin edar dari BPOM," lanjutnya.

Untuk lotion dengan steroid sendiri ia menuliskan bahwa tidak ada ciri fisik. Sebab untuk mengetahui isi kandungannya, perlu dicek laboratorium dahulu.

Sayanya, dokter yang melakukan praktek di Pati dan Jogja ini mengatakan kondisi tersebut tidak akan pulih atau hilang total sampai kapanpun. Hal yang bisa dilakukan hanyalah menyamarkan, memperbaiki tampilan dan memperbaiki jaringan kulit.


"Tetap akan ada bekas/sisa/jejak, tidak bisa mulus seperti sediakala… Jadi kalo ada yang bilang bisa menghilangkan total, hanya 2 kemungkinan, orang tersebut sakti mandraguna titisan dewa atau yaaa hanya tipu-tipu marketing jualan ajaaa," jelasnya.

Dr. Mita pun menjelaskan kenapa gurat merah tersebut sering muncul di area betis dan paha. Pertama, karena area tersebut yang diolesi lotion pemutihnya. Efek akan muncul di mana pun area pengolesan. Seperti ketiak, lengan atas, pinggul dan lainnya.

Kedua, area paha bagian dalam adalah area yang tertutup, terlindungi, lebih lembap maka penetrasi/peresapan lotion tadi akan lebih tinggi dibanding area lain yang terbuka, sehingga area bagian dalam ini biasanya efeknya lebih parah dibanding area lainnya.

Sebenarnya, steroid atau kortikosteroid adalah obat yang masih legal digunakan hingga saat ini. Namun harus dengan peresepan dokter dan bukan untuk tujuan memutihkan kulit.


Ia pun menghimbau untuk selalu berkonsultasi pada dokter betulan yang memiliki sertifikat. "Semua dokter, baik dokter umum/spesialis, drg umum/drg spesialis, yang praktik dan melakukan pelayanan medis harus terregistrasi di KKI (Konsil Kedokteran Indonesia)," tegasnya.

Meski demikian, dr. Mita mengaku bahwa ia pernah kedatangan pasien dengan keluhan efek samping pemakaian lotion pemutih, yang mana lotion tersebut dia peroleh dari seorang dokter bersertifikasi.

"Tapi kok ngasihnya produk abal begituan, speechless sih.." tulisnya

Tak lupa ia juga mengingatkan kembali akan logo obat keras, berupa lingkaran merah dengan huruf K di tengah.

"Logo lingkaran merah dan huruf K, itu bukan hiasan aja. Ada maksud dan tujuannya. Krn obat tsb bukan obat sembarangan," ungkapnya.

Catatan Redaksi: Artikel ini telah mendapat izin dan persetujuan langsung dari dr. Listya Paramita, Sp. KK untuk dipublikasikan.