Wisata Seks Halal di Indonesia dengan Pelanggan Orang-orang Arab Terbongkar, Benarkah Wisata Seks Berlabel 'Halal' Itu Halal dari Segi Agama Islam?


Belakangan beredar kabar mengenai wisata seks halal di Indonesia.

Tepatnya di kawasan puncak Bogor yang berhasil diringkus oleh kepolisian, setelah viral beredar video testimoni.

Seperti dikutip dari Tribunnews, ada lima orang yang ditangkap dalam penggerebekan itu.

Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Argo Yuwono, menyebut ada lima orang dengan peran berbeda yang ditangkap.

Argo mengatakan NN dan OK berperan sebagai penyedia perempuan.

Sementara HS berperan sebagai penyedia laki-laki warga negara Arab yang menjadi pelanggannya.

Setelah semua tersedia, DO berperan untuk membawa korban untuk dibooking.

Sedangkan AA berperang untuk pemesanan dan membayar perempuan untuk dibooking.

Lebih lanjut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdi Sambo mengatakan para tersangka menggunakan modus melalui booking out kawin kontrak dan short time.

Disebut sebagai wisata seks halal, karena sebelum melakukan eksekusi hubungan suami istri, pelanggan dan PSK melakukan ijab kabul.

Kemudian, mucikarinya juga membocorkan bahwa pelanggannya kebanyakan adalah orang Arab, yang mayoritas beragama muslim.

Lantas apakah benar-benar wisata seks yang dilabeli halal itu benar-benar halal dari segi agama.

Seperti dikutip dari beberapa sumber, seks halal dengan sistem kawin kontrak disebut sebagai nikah mut'ah.

Secara etimologis, kata mut'ah berasal dari bahasa arab yang disebut kesenangan.

Menurut Ja'far Murtada Al-Amili merupakan ikatan tali perkawinan antara laki-laki dan perempuan dengan mahar yang disepakati dan disebutkan dalam akad nikah sampai batas tertentu, tanpa adanya talak (cerai).

Nikah mut'ah, tidak diakui secara legal oleh negara, merupakan hal berbeda dari nikah siri.

Perbedaannya adalah rentang waktu yang ditentukan khusus dalam nikah mut'ah. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Nikah mut'ah hukumnya haram pada tahun 1997, berbeda dengan nikah siri yang diperbolehkan MUI pada tahun 2006.

Alasan MUI mengharamkan praktik nikah mut'ah adalah sesuai surat Ar-Rum Ayat 21 di Al Quran, yang menyebut hubungan intim secara ekslusif hanya bisa dilakukan suami-istri.

Sementara bagi umat Islam nikah mut'ah masih membingungkan, dan diperbolehkan dalam situasi tertentu.

Misalnya, saat melakukan perjalanan jauh, atau saat dalam peperangan.

Sedangkan bagi golonggan sunni, berdasarkan Al Quran dan hadist shahih, menyebut nikah mut'ah hukumnya haram dan terlarang.

Justifikasi dari nikah mut'ah ini dianggap bahwa hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan adalah haram, sementara bagi yang sudah menikah adalah halal.

Maka dari itu beberapa ulama seperti Mohammad Hussein Fadhlallah menganggap nikah mut'ah masih lebih baik daripada perilaku seks bebas yang dilakukan dalam budaya barat.